Merupakan candi tempat agama saya beribadah.
Candi dimana kita bisa berdoa kepada Yesus dengan adat jawa. misa bahasa krama inggil, dan masih banyak lagi.
selain candi itu sendiri juga ada gereja Hati Kudus Yesus di sebelahnya.
terletak di daerah bantul. merupakan pusat keparokian di daerah bantul.
banyak pengalaman unik dan tersendiri selama berdoa dalam candi ini.
kebanyakan berdoa untuk kesejahteraan hidup, mohon kesehatan, dan banyak dari permohonan itu di kabulkan.
Air Pewitasari Ganjuran.
Ketika perang kemerdekaan berkecamuk, hampir di mana saja kolonial Belanda menerapkan taktik bumi hangus. Begitu pula ketika berlangsung perlawanan seru di Ganjuran, Bantul, Jogyakarta. Daerah ini sempat dihujani bom hingga menghancurkan sebuah pabrik gula. Eloknya, ada sebuah candi kecil luput dari ledakan bom, siraman mortir dan jilatan api. Padahal hanya berada belasan meter dari pabrik yang berubah jadi karang abang itu. Candi itu bernama ‘Candi Hati Kudus Yesus’. Kini banyak diziarahi tidak saja dari penduduk lokal, tapi juga dari seantero tanah air. Dijadikan alternatif atau tumpuan untuk mendapatkan berkah kesembuhan.
CANDI di Ganjuran tersebut memang bukan peninggalan kuna, tapi terbukti merupakan bangunan sakral seperti candi-candi purbakala. Buktinya, bisa selamat dari amukan angkara murka. “Padahal terbakarnya amat hebat, pembomannya pun seru,” jelas Sukardi, pengurus sekretariat Candi meneruskan cerita leluhur. Saat diwawancara, dia tengah melayani rombongan bermobil dengan plat nomor DK (Denpasar). Candi tersebut memang unik. Didirikan van Driesche SY dan bercorak Hindu Jawa, dibangun sebagai ungkapan syukur atas berkat Tuhan yang melimpah pada tahun 1927. Peresmiannya dihadiri banyak umat dan seluruh pemimpin religius dari berbagai pelosok tanah air pada 1930. Sementara pemberkatannya dilaksanakan 11 Februari, tepat dengan tanggal penampakan Maria di Lourdes. Dengan begitu digenapilah kerinduan umat Katolik yang mencari Tuhannya melalui Maria.
Pelataran candi relatif luas, biasa untuk menggelar upacara tradisional Jawa. Bila candi Hindu biasa menghadap ke Timur, candi Tyas Dalem Sri Yesus ini menghadap ke Selatan. Mempunyai tingkatan dengan apa yang disebut sebagai Swarloka, atau kahyangan. Untuk masuk ke tempat persemadian di mana arca Tyas Dalem berada, harus lewat 9 tangga sebagai simbolisasi ‘nutupi babahan hawa sanga’.
Lokasinya diteduhi banyak pohon cemara, sawo kecik dan keben. Suasana sakral begitu kental. Batu-batu yang tertata menjadi bangunan candi pun unik pula. Ada satu batu candi berkisah unik. Berbeda dengan batu-batu lainnya.
Diyakini, tidak ada yang kuat tidur di samping batu candi itu. Bentuk prasastinya pun khas, menyimpan cerita yang sulit dipercaya. Sejak 1990, nilai-nilai budaya Jawa dikembangkan dan digali dalam nuansa religius oleh Gereja Katolik. Rahmat itu bertambah ketika tahun 1998 ditemukan sumber mata air besar di bawah candi.
Dalam penelitian di laboratorium air di bawah candi ini mengandung mineral tinggi. Oleh karenanya air ini kemudian dinaikkan agar bermanfaat. Kebetulan yang memakai air itu pertama kali adalah seseorang bernama Perwita yang tengah menderita sakit. Karena imannya Pak Perwita merasakan daya penyembuh air candi ini. Untuk mengenang penemuannya air candi itu diberi nama Tirta Perwitasari.
Secara kebetulan di dalam dunia pewayangan disebut pula air suci Perwitasari yang diburu oleh Wijasena, sebagai air kehidupan.
Secara gethok tular berkah dan tuah air itu meluas. Lalu banyak yang memanfaatkannya. Bahkan kini, pencari kesembuhannya berasal dari berbagai kota di tanah air. Pada hari-hari tertentu, seperti Jumat Kliwon atau pun Jumat pertama tiap bulan, candi itu banyak dikunjungi peziarah. Pada malam sebelumnya, biasanya diselenggarakan misa dengan iringan gamelan dan tradisi Jawa yang kental.
Ketika pulang, para peziarah biasanya membawa air Perwitasari dengan keyakinan air ini memberi banyak manfaat dalam kehidupannya. Kesaksian tentang mukjizatnya bisa disimak dari buku tamu. Misal : ‘Terima kasih Tuhan’. Demikian tulis Maria dari Jakarta. Lama dia menderita sakit, akhirnya mendapat kesembuhan setelah telaten meminum air Perwitasari. Demikian pula dialami Hadiman Sutejo, penderita sakit telinga ini mengaku sembuh setelah meminum air Perwitasari ‘Candi Tyas Dalem’ di Ganjuran Bantul.
Kejadian serupa juga dialami Savitri, warga Ganjuran. Alerginya yang menahun bisa sembuh setelah meminum air tersebut. Kalau Tuhan menghendaki, apa pun memang bisa menjadi perantara. Demikian halnya dengan Yarmani warga Pati yang telah lima tahun menderita kanker, juga sembuh dengan doa dan air Perwitasari.
Setumpuk kesaksian dalam buku tamu merupakan bukti nyata keampuhan tuah air Perwitasari Candi Ganjuran. Contoh lainnya, seorang lelaki yang sudah beberapa tahun mengidap kencing darah, mengaku sembuh total lantaran meminum air Perwitasari dari Ganjuran ini. Demikian pula Suparti yang Anemia dan tadinya HB darahnya 5 kini sudah normal dan sehat. Hal sama dialami Caecilia dan Nuke dari Kadipaten, demikian pula Bambang dari Lamper Sari Semarang.
Itulah cuplikan dari berbagai kesaksian yang sempat ditulis oleh pelakunya sendiri. Dan yang datang ke Candi ini begitu beragam dari berbagai kota di Jawa seperti Jakarta, Sukabumi, Bandung, Semarang, Magelang, Klaten, Solo, Surabaya, Malang dan sebagainya. Bahkan mereka juga berasal dari berbagai keyakinan dan agama. Pengurus Candi sering kaget mendengar laporan dari para peziarah yang datang ke candi bergaya Hindu Jawa. Inilah sebuah inkulturasi budaya yang khas Jawa.
wah canggih nich kl gini truzz ditingkatkan nggak kalah anak2 muda kita, Good Luck & GBU (..... m8 )
ReplyDeleteMas Gian, Ajarin Tantri Dunk......
ReplyDeletesunggguh sangat berkesan bagiku (owners mom)
ReplyDeleteSangat menari.... jadi penasaran, pengin ke sana nih....
ReplyDelete